Minggu, 15 September 2013

Makalah Sosiologi Hukum : Pendahuluan (Pengertian, Latar Belakang, Ruang Lingkup & Karakteristik Sosiologi Hukum)



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang dewasa ini. Bahkan kebanyakan penelitian hukum saat ini di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode yang berkaitan dengan sosiologi hukum. Pada prinsipnya, sosiologi hukum (Sosiology of Law) merupakan derivatif atau cabang dari ilmu sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum. Memang, ada studi tentang hukum yang berkenaan dengan masyarakat yang merupakan cabang dari ilmu hukum, tetapi tidak disebut sebagai sosiologi hukum, melainkan disebut sebagai sociological jurispudence.
Disamping itu, ada kekhawatiran dari ahli sosiologi terhadap perkembangan sosiologi hukum mengingat sosiologi bertugas hanya untuk mendeskrisipkan fakta-fakta. Sedangkan ilmu hukum berbicara tentang nilai-nilai dimana nilai-nilai ini memang ingin dihindari oleh ilmu sosiologi sejak semula. Kekhawatiran tersebut adalah berkenaan dengan kemungkinan dijerumuskannya ilmu sosiologi oleh sosiologi hukum untuk membahas nilai-nilai.
 Sebagaimana diketahui, bahwa pembahasan tentang nilai-nilai sama sekali bukan urusan ilmu sosiologi. Meskipun begitu, terdapat juga aliran dalam sosiologi hukum, seperti
aliran Berkeley, yang menyatakan bahwa mau tiak mau, suka tidak suka, sosiologi
hukum meruapakan juga derifatif dari ilmu hukum sehingga harus juga menelaah masalah-masalah normatif yang sarat dengan nilai-nilai.
Fungsi hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung dari berbagai faktor dan keadaan masyarakat.Disamping itu.fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat. Namun dalam masyarakat yang sudah maju, hukum menjadi lebih umum, abstrak dan lebih berjarak dengan konteksnya.
2.      Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah :
1.    Apakah definisi Sosiologi Hukum secara umum dan menurut para ahli?
2.    Bagaimana latar belakang terbentuknya Sosiologi Hukum?
3.    Apa sajakah ruang lingkup Sosiologi Hukum?
4.    Bagaimana karakteristik Sosiologi Hukum dalam masyarakat?
3. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
  1. Mengetahui Sosiologi Hukum secara umum dalam masyarakat mulai pada awal perkembangannya hingga saat ini.
  2. Bagaimana pendapat para ahli mengenai Sosiologi Hukum dalam masyarakat.
  
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Sosiologi Hukum

Dari sudut sejarah sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang Itali yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882. Sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli baik di bidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi[1]. Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang pesat. Ilmu ini diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang berlaku,  dimana isi dan bentuknya berubah-ubah menurut waktu dan tempat, dengan bantuan faktor kemasyarakatan. Adapun pengertian dari sosiologi hukum itu sendiri antara lain:
a.         Soerjono Soekanto
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik antara  hukum dengan gejala-gejala lainnya.
b.        Satjipto Raharjo
Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial.
c.         R. Otje Salman
Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
d.      H.L.A. Hart
H.L.A. Hart tidak mengemukakan definisi tentang sosiologi hukum. Namun, definisi yang dikemukakannya mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan (secondary rules).[2] Aturan utama merupakan ketentuan informal tentang kewajiban-kewajiban warga masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup sedangkan aturan tambahan terdiri atas :
              i.      Rules of recognition, yaitu aturan yang menjelaskan aturan utama yang diperlukan berdasarkan hierarki urutannya;
            ii.      Rules of change, yaitu aturan yang men-sahkan adanya aturan utama yang baru;
          iii.      Rules of adjudication, yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu apabila suatu aturan utama dilanggar oleh warga masyarakat.
e.       Piritim Sorokin[3]
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :
              i.      Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dsb)
            ii.      Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala geografis, biologis, dsb)
          iii.      Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

2.      Latar Belakang Sosiologi Hukum

Dalam beberapa literatur hukum dan sosiologi sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk praktik professional memiliki kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali berbeda dalam tujuan dan metodenya. Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial. Perhatian utamanya adalah masalah preskiptif dan teknis. Sedangkan sosiologi memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial.[4] Meskipun demikian, kedua disiplin ini memfokuskan pada seluruh cakupan bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-hubungan sosial. Dan dalam praktiknya kriteria yang menentukan hubungan mana yang signifikan seringkali sama, yang berasal dari asumsi-asumsi budaya atau konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan yang sama.
Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian fenomena hukum, bahwa Roscue Pound menunjukan studi sosiologi hukum sebagai studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat pengendalian sosial. Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai suatu ilmu deskriptif, yang memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan dengan perangkat hukum dengan tugas-tugasnya. Ia memandang hukum sebagai suatu produk sistem sosial dan alat untuk mengendalikan serat mengubah sistem itu.
Kita dapat membedakan sosiologi hukum dengan ilmu normatif, yaitu terletak pada kegiatannya. Ilmu hukum normatif lebih mengarahkan kepada kajian law in books, sementara sosiologi hukum lebih mengkaji kepada law in action[5]. Sosiologi hukum lebih menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif, sementara ilmu hukum normatif lebih bersifat preskriptif. Dalam jurisprudentie model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan atau produk aturan, sedangkan dalam sociological model lebih mengarah kepada struktur sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan metode kajian yang lazim dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara yang menjadi objek sosiologi hukum adalah :
a.           Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya atau Government Social Control. Dalam hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah khusus yang berlaku serta dibutuhkan, guna menegakkan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.
b.         Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang berusaha membentuk warga masyarakat sebagai mahluk sosial. Sosiologi hukum menyadari eksistensinya sebagai kaidah sosial yang ada dalam masyarakat.
A.    Sosiologi Hukum Sebagai Ilmu
Pada lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga) disiplin ilmu, yaitu filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi yang berorientasi dibidang hukum.
a.    Filsafat hukum
Konsep yang dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen) yaitu “stufenbau des recht” atau hukum bersifat hirarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Dimana urutannya yaitu :
1.      Grundnorm (dasar social daripada hukum)
2.       Konstitusi
3.      Undang-undang dan kebiasaan
4.      Putusan badan pengadilan

Dalam filsafat hukum terdapat beberapa aliran yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sosilogi hukum, diantaranya:
1.      Mazhab sejarah
Tokohnya Carl Von Savigny, menurut beliau hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Hal tersebut merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat, perkembangan hukum sejalan dengan perkembangan masyarakat sederhana ke masyarakat modern.\
2.      Mazhab utility
Tokohnya Jeremy Bentham (hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia). Dimana manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan dan pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga-warga masyarakat secara individual). Rudolph von Ihering (social utilitarianism yaitu hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan)
3.      Aliran sociological jurisprudence
Tokohnya Eugen Ehrlich (hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat atau living law).
4.      Aliran pragmatical legal realism
Tokohnya Roscoe Pound (law as a tool of social engineering), Karl Llewellyn, Jerome Frank, Justice Oliver (hakim-hakim tidak hanya menemukan huhum akan tetapi bahkan membentuk hukum)
B.     Ilmu hukum
Yang mendukung ilmu soiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa hukum itu adalah gejala sosial.

C.     Sosiologi yang berorientasi dibidang hukum
Menurut Emile Durkhain mengungkapkan bahwa dalam masyarakat selalu ada solideritas social yang meliputi :
a.       Solideritas social mekanis yaitu terdapat dalam masyarakat sederhana dimana kaidah hukumnya bersifat represif (yang diasosiasikan dalam hukum pidana);
b.      Solideritas social organis yaitu terdapat dalam masyarakat modern dimana kaidah hukumnya bersifat restitutif (yang diasosiasikan dalam hukum perdata).

Max Weber dengan teori ideal type, mengungkapkan bahwa hukum meliputi :
a.       Irasionil materil (pembentuk undang-undang mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun)
b.      Irasionil formal (pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar akan, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan)
c.       Rasional materil (keputusan-keputusan para pembentuk undang-undnag dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi)
d.      Rasional formal (hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum)

Filsafat hukum dan ilmu hukum adalah dua hal besar yang mempengaruhi sosiologi hukum. Akan tetapi, hukum alamlah yang merupakan basis intelektual dari sosiologi hukum. Seorang tokoh yang terkemuka dari mazhab sejarah yaitu Carl Von Savigny (1779-1861) berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volgeist). Ia berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan dari pembentuk undang-undang[6]. Ia menantang kodifikasi hukum Jerman. Keputusan-keputusan badan legislatif, menurutnya membahayakan masyarakat karena tidak sesuai dengan dengan kesadaran hukum masyarakat.
Di abad ke-18 analisis rasional terhadap hukum tampil dengan sangat kuat, demikian pula dengan pengikatan kepada asas-asas dalam hukum. gabungan antara keduanya melahirkan cara berfikir dedukatif yang mengabaikan kenyataan sejarah dengan kekhususan yang ada pada bangsa-bangsa. Analisis hukum yang sedemikian itu mengabaikan lingkungan sosial hukum.[7]  Beberapa prinsip yang mencerminkan keterkaitan antara hukum dan basis sosialnya adalah sebagai berikut :
a.       Hukum itu tidak dibuat, melainkan ditemukan. Pertumbuhan hukum itu pada hakikatnya merupakan proses yang tidak disadari dan organik. Hukum tidak dapat dilihat sebagai suatu institusi yang berdiri sendiri, melainkan semata-mata suatu proses dan perilaku masyarakat sendiri. Hanya kitalah yang melihat hukum itu sebagai suatu institusi yang terpisah dengan semua atribut dan konsep otonominya. Apa yang sekarang disebut sebagai hukum adalah putusan arbiter yang dibuat oleh badan legislatif.
b.      Hukum itu tumbuh dari hubungan-hubungan hukum yang sederhana pada masyarakat primitif sampai menjadi hukum yang besar dan kompleks dalam peradaban modern. Kendati demikian, perundang-undangan dan para ahli hukum hanya merumuskan hukum secara tekhnis dan tetap merupakan alat dari kesadaran masyarakat (poular consciousness).
c.       Hukum tidak mempunyai keberlakuan dan penerapan yang universal. Setiap bangsa memiliki habitat hukumnya, seperti mereka memiliki bahasa adatnya. Volksgeist (jiwa dari rakyat) itu akan tampil sendiri dalam hukum suatu bangsa.

Aliran sejarah memiliki kelemahan yang terletak pada konsepnya mengenai kesadaran hukum yang sangat abstrak. Pengkajian yang menolak untuk melihat hukum berdasarkan peraturan, tetapi lebih melihatnya berdasarkan masyarakat sebagaimana dianut oleh aliran sajarah, tetap tenggelam dibawah arus normatif-positivistis yang kuat diabad ke-19. Lain halnya dengan fisafat hukum yang memiliki fahamnya sendiri bagi kelahiran sosiologi hukum. Pemikiran filsafat selalu berusaha untuk menembus hal-hal yang dekat dan secara terus-menerus mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tuntas (ultimate). Oleh karena itu, filsafat hukum jauh mendahului sosiologi hukum apabila ia mempertanyakan keabsahan dari hukum positif. Pikiran-pikiran filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum, oleh karena scara tuntas dan kritis, seperti lazimnya watak filsafat, menggugat sistem hukum perundang-undangan. Pikiran filsafat tersebut juga dapat dimulai dari titik yang jauh yang tidak secara langsung menggugat hukum positif.[8] Seperti yang dilakukan oleh Gutav Radbruch dengan tesis “tiga nilai dasar hukum” yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.
Pengaruh yang khas dari filsafat hukum terlihat jelas pada kegiatan untuk menetralkan atau merelatifkan dogmatika hukum, tekanannya lebih diletakan bereaksinya atau berprosesnya hukum (law in action).[9] Roscou Pound berpendapat bahwa hukum merupakan suatu proses yang mendapatkan bentuknya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan. Ia mengedepankan idenya tentang hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, sorotan yang terlalu besar pada aspek statis dari hukum yang harus ditinggalkan. selain Pound, Cardozo berpendapat, bahwa hukum bukanlah penerapan murni dari peraturan perundang-undangan. Pad hukum berpengaruh pula kepentingan-kepentingan sosial yang hidup dalam masyarakat. Secara filosofis, fungsi dari sosiologi hukum adalah menguji apakah benar peraturan perundang-undangan yang dibuat dan berfungsi dalam masyarakat.

3.      Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
Seperti yang dikatakan oleh Soerjono Soekanto, untuk mengetahui hukum yang berlaku, sebaiknya seseorang menganalisis gejala-gejala hukum dalam masyarakat secara langsung. Meneliti proses-proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat (semisal tentang keadilan), efektivitas hukum sebagai sarana pengendalian sosial, serta hubungan antara hukum dan perubahan-perubahan sosial. Perkembangan masyarakat yang susunannya sudah semakin kompleks serta pembidangan kehidupan yang semakin maju dan berkembang menghendaki pengaturan hukum juga harus mengikuti perkembangan yang demikian itu.[10]
Sosiologi hukum berkembang atas suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. O.W. Holmes, seorang hakim di Amerika Serikat, mengatakan bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan logika, melainkan pengalaman.[11]
Ruang lingkup sosiologi hukum juga dibagi menjadi 2 hal, yaitu:[12]
a.       Dasar-dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum. Sebagai contoh dapat disebut misalnya: Hukum nasional di Indonesia dasar sosialnya adalah pancasila dengan ciri-ciri: gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan.
b.      Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya. Sebagai contoh dapat disebut misalnya:
                            i.      Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terhadap gejala kehidupan rumah tangga.
                          ii.      Undang-undang No 22 Tahun 1997 dan undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Narkotika dan Narkoba terhadap gejala konsumsi obat-obat terlarang dan semacamnya.
                        iii.      Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terhadap gejala budaya.
                        iv.      Undang-undang mengenai pemilihan presiden secara langsung mempengaruhi gejala politik.
                          v.      Dan sebagainya.
Adapun ruang lingkup sosiologi hukum secara umum, yaitu hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial sehingga membentuk kedalam suatu lembaga sosial ( social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia yang hidup dimasyarakat dan atau dalam lingkup proses hukumnya ( law in action) bukanlah terletak pada peristiwa hukumnya ( law in the books).
Sedangkan menurut Purbacaraka dalam bukunya Sosiologi Hukum Negara, bahwa ruang lingkup sosiologi hukum adalah “Hubungan timbal balik atau pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya (yang dilakukan secara analitis dan empiris)”. Yang diartikan sebagai hukum dalam ruang lingkup tersebut adalah suatu kompkles daripada sikap tindak manusia yang mana bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup. Namun Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup sosiologi hukum meliputi:
a.       Sampai sejauh manakah hukum yang terbentuk dari pola-pola perikelakuan atau apakah hokum yang terbentuk dari pola-pola perikelakuan tersebut.
b.      Hukum dan pola-pola perilaku sebagai ciptaan dan wujud dari kelompok-kelompok sosial.
c.       Hubungan timbal-balik antara perubahan-perubahan dalam hukum dan perubahan-perubahan sosial dan budaya.
Dengan berpedoman pada persoalan-persoalan yang disoroti sosiologi hukum, maka dapat dikatakan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitis dan empiris menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum, dan sebaliknya.[13] Perihal perspektif daripada sosiologi hukum, maka secara umum ada dua pendapat utama sebagai berikut (J van Houtte 1970:57).
a.    Pendapat-pendapat yang menyatakan, bahwa kepada sosiologi hukum harus diberikan suatu fungsi yang global. Artinya, sosiologi hokum harus menghasilkan suatu suntesa antara hukum sebagai sarana organisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. Didalam fungsinya itu, maka hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum, di dalam mengidentifikasikan konteks sosial dimana hukum tadi diharapkan berfungsi.
b.    Pendapat-pendapat lain menyatakan, bahwa kegunaan sosiologi hukum adalah justru dalam bidang pengkaedahan ( J van Houtte 1970:59)[14]
Perihal proses pengkaedahan, maka sosiologi hukum dapat mengungkapkan data tentang keajegan-keajegan mana didalam masyarakat yang menuju pada pembentukan hukum (baik melalui keputusan penguasa maupun melalui ketetapan bersama dari para warga masyarakat).
Dari batasan ruang lingkup maupun perspektif sosiologi hukum sebagaimana dijelaskan diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum didalam kenyataannya adalah sebagai berikut:[15]
a.       Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum didalam konteks sosial.
b.      Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisa terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk merubah masyarakat dan sarana mengatur interaksi social, agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.
c.       Sosiologi hokum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum didalam masyarakat. (Soerjono Soekanto)

4. Karakteristik Sosiologi Hukum
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala gejala sosial lain. Studi yang demikian memiliki beberapa karakteristik, yaitu:[16]
a.       Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasaan terhadap praktek-praktek hukum. Apabila praktek itu dibeda-bedakan kedalam pembuatan undang-undang, penerapan dan pengadilan, maka ia juga mempelajari bagaimana praktek yang terjadi pada masing-masing bidang kegiatan hukum tersebut. Sosiologi hukum berusaha untuk menjelaskan mengapa praktek yang demikian itu terjadi, sebab-sebabnya,  faktor apa saja yang mempengaruhi, latar belakang dan sebagainya. Dengan demikian maka mempelajari hukum secara sosiologi adalah menyelidiki tingkah laku orang dalam bidang hukum. Menurut Weber, tingkah laku ini memiliki dua segi, yaitu “luar” dan “dalam”. Dengan demikian sosiologi hukum tidak hanya menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, tetapi juga meperoleh penjelasan yang bersifat internal, yaitu meliputi motif-motif tingkah laku seseorang. Apabila di sini di sebut tingkah laku hukum maka sosiologi hukum tidak membedakan antara tingkah laku yang sesuai denagn hukum atau yang menyimpang dari kaidah hukum, keduanya merupakan obyek pengamatan dari ilmu ini.
b.      Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum. Pertanyaan yang bersifat khas disini adalah “Bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan itu?”, “Apakah kenyataan sesuai dengan dengan yang tertera dalam peraturan?”. Perbedaaan yang besar antara pendekatan tradisional yang normative dan pendekatan sosiologis adalah bahwa yang pertama menerima saja apa yang tertera pada peratuan hokum. Seang yang kedua senantiasa mengujinya dengan data (empiris).
c.       Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum dan yang menyimpang dari hukum sama-sama merupakan objek pengamatan yang setaraf. Ia tidak menilai yang satu lebih dari yang lain. Perhatiannya yang utama hanyalah pada memberikan penjelasan terhadap objek yang dipelajarinya. Pendekatan yang demikian itu sering menimbulkan salah paham, seolah-olah sosiologi ingin membenarkan praktek-praktek yang menyimpang atu melanggar hokum. Sekali lagi bahwa sosiologi hokum tidak memberikan penilaian tapi mendekati hokum dari segi objektivitas semata dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.
Ketiga karakteristik studi hukum secara sosiologis tersebut diatas sekaligus juga merupakan kunci bagi orang yang berminat untuk melakukan penyelidikan dalam bidang sosiologi hukum. Dengan cara-cara menyelidiki hukum yang demikian itu orang langsung berada di tengah-tengah studi sosiologi hukum. Apapun juga objek yang dipelajarinya, apabila ia menggunakan pendekatan seperti disebutkan pada butir-butir di muka, maka ia sedang melakukan kegiatan dibidang sosiologi hukum. Berikut ini dikemukakan berbagai objek yang menjadi sasaran studi sosiologi hokum.
Sosiologi hokum juga mempelajari “pengorganisasian sosial hukum”. Objek yang menjadi sasaran disini adalah badan-badan yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaran hokum. Sebagai contoh dapat disebut misalnya: “Pembuatan undang-undang pengadilan, polisi, advokat, dan sebagainya. Pada waktu mengkaji pembuatan undang-undang, seperti usia para anggotanya, pendidikannya, latar belakang sosialnya, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut memperoleh perhatian, oleh karena pembuat undang-undang itu dilihat sebagai manifestasi dari kelakuan manusia. Oleh karena itu, factor-faktor diatas dianggap penting untuk dapat menjelaskan mengapa hasil kerja pembuat undang-undang itu adalah seperti adanya sekarang. Dalam kajian Sosiologi hokum ada anggapan bahwa undang-undang itu tidak dapat sepenuhnya netral, apalagi yang dibuat dalam masyarakat modern yang kompleks, dan menjadi tugas sosiologi hokum untuk menelusuri dan menjelaskan duduk pesoalannya serta factor-faktor apa yang menyebabkan keadaannya menjadi demikian itu.[17]
Bila sosiologi hokum perundang-undangan atau pengkajian yuridis empiris akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda dengan pegkajian yuridis normative. Karakteristik pertanyaan sosiologi hokum seperti: “Apakah sebabnya orang taat keapda hukum? Seberapa besarkah efektivitas dari peraturan-peraturan hukum tertentu? Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi efektivitas peraturan-peraturan hukum tertentu dipengadilan?” Sosiologi hukum, misalnya tidak menerima begitu saja, bahwa hukum itu bertujuan untuk menyelesaikan konflik. Pertanyaan kritis darinya adalah, ‘Apakah hukum itu sendiri tidak mungkin menyimpan dan menimbulkan konflik?” Studi-studi sosiologi hukum pada suatu ketika dapat menyikapi bahwa suatu peraturan yang bersifat semu, dibelakang hari malah dapat meledakan suatu konflik baru.

   
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kemasyarakatan, baik itu proses sosial, interaksi sosial masyarakat, lembaga sosial masyarakat, perubahan gaya hidup, struktur sosial masyarakat, mobilitas sosial, gender, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik, integrasi sosial, keluarga dan sebagainya.
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan secara analiti sempiris tentang persoalan hukum dihadapkan dengan fenomena-fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum. Jadi, titik tekan Sosiologi hukum ini lebih mengarah kepada pola perilaku masyarakat dalam memandang hukum yang terjadi disekitar mereka. Bagaimana suatu masyarakat mentaati hukum, dan melanggar hukum, dan menjalani hukum tersebut. Sosiologi hukumpun sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena sosiologi hukum ini akan memberi penjelasan dari setiap objek yang dipelajarinya,

2.      Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat mendapatkan ilmu pengetahuan baru.




Daftar Pustaka

Ali, Zainuddin. 2009. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Anwar, yesmil dan Adang, 2008. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Gransindo.
Cotterrel, Roger, 2012. Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of Law), Bandung: Nusa Media.
Johnson, Alvin S, 2004. Sosiologi Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.
Rahardjo, Satjipto, 2006. Ilmu Hukum. Semarang: Citra Aditya Bakti.
Utsman, Sabian, 2009. Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Warassih, Esmi, 2005. Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru Utama.




[1] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, hlm, 109.
[2] Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm, 1-2
[3] Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1982), Hlm 310.
[4] Roger Cotterrel, Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of  Law), Nusa Media, Bandung, 2012, hlm. 6
[5] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, hlm 128.
[6] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, hlm. 122
[7] Satjipto Rahardjo, “Sosiologi Suatu Pengantar”, hlm. 15-16
[8] Satjipto Rahardjo, “Sosiologi Suatu Pengantar”, hlm. 17
[9] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, hlm. 126
[10]  Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), hal. 3
[11] Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.11             
[12] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hal 4
[13] Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hokum, (Jakarta: Rajawali Pers,1980), hal 19
[14] Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009) hlm 133
[15] Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hukum, (Jakarta: Rajawali Pers,1980),  hlm 30
[16] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Semarang: Citra Aditya Bakti, 2006) hlm 332
[17] Zainuddin Ali,  Sosiologi Hukum, ( Jakarta, Sinar Grafika, 2009) hlm 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar