BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat
berkembang dewasa ini. Bahkan kebanyakan penelitian hukum saat ini di Indonesia
dilakukan dengan menggunakan metode yang berkaitan dengan sosiologi hukum. Pada
prinsipnya, sosiologi hukum (Sosiology of Law) merupakan derivatif atau
cabang dari ilmu sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum. Memang, ada studi
tentang hukum yang berkenaan dengan masyarakat yang merupakan cabang dari ilmu
hukum, tetapi tidak disebut sebagai sosiologi hukum, melainkan disebut sebagai sociological
jurispudence.
Disamping itu, ada kekhawatiran dari ahli sosiologi
terhadap perkembangan sosiologi hukum mengingat sosiologi bertugas hanya untuk
mendeskrisipkan fakta-fakta. Sedangkan ilmu hukum berbicara tentang nilai-nilai
dimana nilai-nilai ini memang ingin dihindari oleh ilmu sosiologi sejak semula.
Kekhawatiran tersebut adalah berkenaan dengan kemungkinan dijerumuskannya ilmu
sosiologi oleh sosiologi hukum untuk membahas nilai-nilai.
Sebagaimana
diketahui, bahwa pembahasan tentang nilai-nilai sama sekali bukan urusan ilmu
sosiologi. Meskipun begitu, terdapat juga aliran dalam sosiologi hukum, seperti
aliran Berkeley, yang menyatakan bahwa mau tiak mau, suka tidak suka, sosiologi
hukum meruapakan juga derifatif dari ilmu hukum sehingga harus juga menelaah masalah-masalah normatif yang sarat dengan nilai-nilai.
aliran Berkeley, yang menyatakan bahwa mau tiak mau, suka tidak suka, sosiologi
hukum meruapakan juga derifatif dari ilmu hukum sehingga harus juga menelaah masalah-masalah normatif yang sarat dengan nilai-nilai.
Fungsi hukum dalam masyarakat
sangat beraneka ragam, bergantung dari berbagai faktor dan keadaan
masyarakat.Disamping itu.fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga
akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap
masyarakat, hukum lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan
jaminan pencapaian struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat. Namun dalam
masyarakat yang sudah maju, hukum menjadi lebih umum, abstrak dan lebih
berjarak dengan konteksnya.
2.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah :
1. Apakah definisi
Sosiologi Hukum secara umum dan menurut para ahli?
2. Bagaimana latar
belakang terbentuknya Sosiologi Hukum?
3. Apa sajakah ruang
lingkup Sosiologi Hukum?
4.
Bagaimana karakteristik Sosiologi Hukum dalam masyarakat?
3. Tujuan
Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
- Mengetahui Sosiologi Hukum secara umum dalam masyarakat mulai pada awal perkembangannya hingga saat ini.
- Bagaimana pendapat para ahli mengenai Sosiologi Hukum dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sosiologi Hukum
Dari
sudut sejarah sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang
Itali yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882. Sosiologi hukum pada hakekatnya
lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli baik di bidang filsafat hukum, ilmu
hukum maupun sosiologi[1].
Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang pesat. Ilmu ini diarahkan untuk
menjelaskan hukum positif yang berlaku, dimana
isi dan bentuknya berubah-ubah menurut waktu dan tempat, dengan bantuan faktor
kemasyarakatan. Adapun pengertian dari sosiologi hukum itu sendiri antara lain:
a.
Soerjono Soekanto
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dengan gejala-gejala lainnya.
b.
Satjipto
Raharjo
Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah
pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial.
c.
R. Otje Salman
Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris
analitis.
d.
H.L.A. Hart
H.L.A. Hart tidak mengemukakan definisi tentang sosiologi
hukum. Namun, definisi yang dikemukakannya mempunyai aspek sosiologi hukum.
Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum mengandung unsur-unsur
kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang
tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem hukum
terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan
tambahan (secondary rules).[2]
Aturan utama merupakan ketentuan informal tentang kewajiban-kewajiban warga
masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup sedangkan
aturan tambahan terdiri atas :
i.
Rules of recognition,
yaitu aturan yang menjelaskan aturan utama yang diperlukan berdasarkan hierarki
urutannya;
ii.
Rules of change, yaitu aturan
yang men-sahkan adanya aturan utama yang baru;
iii.
Rules of
adjudication, yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang
perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu apabila
suatu aturan utama dilanggar oleh warga masyarakat.
e.
Piritim Sorokin[3]
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :
i.
Hubungan dan
pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara
gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak
masyarakat dengan politik, dsb)
ii.
Hubungan dan
pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial
(misalnya gejala geografis, biologis, dsb)
iii.
Ciri-ciri umum
semua jenis gejala-gejala sosial.
2. Latar Belakang Sosiologi Hukum
Dalam beberapa literatur hukum dan sosiologi
sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk praktik professional memiliki
kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali berbeda dalam tujuan dan metodenya.
Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu memfokuskan pada studi ilmiah terhadap
fenomena sosial. Perhatian utamanya adalah masalah preskiptif dan teknis.
Sedangkan sosiologi memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial.[4]
Meskipun demikian, kedua disiplin ini memfokuskan pada seluruh cakupan
bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-hubungan sosial. Dan dalam praktiknya
kriteria yang menentukan hubungan mana yang signifikan seringkali sama, yang
berasal dari asumsi-asumsi budaya atau konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan
yang sama.
Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian
fenomena hukum, bahwa Roscue Pound menunjukan studi sosiologi hukum sebagai
studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat pengendalian sosial.
Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai suatu ilmu deskriptif, yang
memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan dengan perangkat hukum
dengan tugas-tugasnya. Ia memandang hukum sebagai suatu produk sistem sosial
dan alat untuk mengendalikan serat mengubah sistem itu.
Kita dapat membedakan sosiologi hukum
dengan ilmu normatif, yaitu terletak pada kegiatannya. Ilmu hukum normatif
lebih mengarahkan kepada kajian law in books, sementara sosiologi hukum lebih
mengkaji kepada law in action[5].
Sosiologi hukum lebih menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif,
sementara ilmu hukum normatif lebih bersifat preskriptif. Dalam jurisprudentie
model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan atau produk
aturan, sedangkan dalam sociological model lebih mengarah kepada struktur
sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan
metode kajian yang lazim dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara yang
menjadi objek sosiologi hukum adalah :
a.
Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya
atau Government Social Control. Dalam hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah
khusus yang berlaku serta dibutuhkan, guna menegakkan ketertiban dalam
kehidupan bermasyarakat.
b.
Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang
berusaha membentuk warga masyarakat sebagai mahluk sosial. Sosiologi hukum
menyadari eksistensinya sebagai kaidah sosial yang ada dalam masyarakat.
A. Sosiologi Hukum Sebagai Ilmu
Pada lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga)
disiplin ilmu, yaitu filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi yang berorientasi
dibidang hukum.
a.
Filsafat hukum
Konsep yang
dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen) yaitu “stufenbau des recht”
atau hukum bersifat hirarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang lebih atas derajatnya. Dimana urutannya yaitu :
1.
Grundnorm (dasar social daripada hukum)
2.
Konstitusi
3.
Undang-undang dan kebiasaan
4.
Putusan badan
pengadilan
Dalam filsafat hukum terdapat beberapa
aliran yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sosilogi hukum, diantaranya:
1.
Mazhab sejarah
Tokohnya Carl Von Savigny, menurut
beliau hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama
dengan masyarakat. Hal tersebut merupakan perwujudan dari kesadaran hukum
masyarakat, perkembangan hukum sejalan dengan perkembangan masyarakat sederhana
ke masyarakat modern.\
2.
Mazhab utility
Tokohnya Jeremy Bentham (hukum itu
harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia). Dimana manusia
bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan dan
pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga-warga
masyarakat secara individual). Rudolph von Ihering (social utilitarianism yaitu
hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan)
3.
Aliran
sociological jurisprudence
Tokohnya Eugen Ehrlich (hukum yang
dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat atau living
law).
4.
Aliran pragmatical legal realism
Tokohnya Roscoe Pound (law as a tool of social engineering),
Karl Llewellyn, Jerome Frank, Justice Oliver (hakim-hakim tidak hanya menemukan
huhum akan tetapi bahkan membentuk hukum)
B.
Ilmu hukum
Yang
mendukung ilmu soiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa hukum itu
adalah gejala sosial.
C.
Sosiologi yang berorientasi dibidang hukum
Menurut
Emile Durkhain mengungkapkan bahwa dalam masyarakat selalu ada solideritas
social yang meliputi :
a.
Solideritas social mekanis yaitu terdapat dalam
masyarakat sederhana dimana kaidah hukumnya bersifat represif (yang
diasosiasikan dalam hukum pidana);
b.
Solideritas social organis yaitu terdapat dalam
masyarakat modern dimana kaidah hukumnya bersifat restitutif (yang diasosiasikan
dalam hukum perdata).
Max
Weber dengan teori ideal type, mengungkapkan bahwa hukum meliputi :
a.
Irasionil materil (pembentuk undang-undang mendasarkan
keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk
pada suatu kaidahpun)
b.
Irasionil formal (pembentuk undang-undang dan hakim
berpedoman pada kaidah-kaidah diluar akan, oleh karena didasarkan pada wahyu
atau ramalan)
c.
Rasional materil (keputusan-keputusan para pembentuk
undang-undnag dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan
penguasa atau ideologi)
d.
Rasional formal (hukum dibentuk semata-mata atas dasar
konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum)
Filsafat hukum dan ilmu hukum adalah
dua hal besar yang mempengaruhi sosiologi hukum. Akan tetapi, hukum alamlah
yang merupakan basis intelektual dari sosiologi hukum. Seorang tokoh yang
terkemuka dari mazhab sejarah yaitu Carl Von Savigny (1779-1861) berpendapat
bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volgeist). Ia
berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan
dari pembentuk undang-undang[6]. Ia menantang
kodifikasi hukum Jerman. Keputusan-keputusan badan legislatif, menurutnya
membahayakan masyarakat karena tidak sesuai dengan dengan kesadaran hukum
masyarakat.
Di abad ke-18
analisis rasional terhadap hukum tampil dengan sangat kuat, demikian pula
dengan pengikatan kepada asas-asas dalam hukum. gabungan antara keduanya
melahirkan cara berfikir dedukatif yang mengabaikan kenyataan sejarah dengan
kekhususan yang ada pada bangsa-bangsa. Analisis hukum yang sedemikian itu
mengabaikan lingkungan sosial hukum.[7] Beberapa
prinsip yang mencerminkan keterkaitan antara hukum dan basis sosialnya adalah
sebagai berikut :
a.
Hukum itu tidak
dibuat, melainkan ditemukan. Pertumbuhan hukum itu pada hakikatnya merupakan
proses yang tidak disadari dan organik. Hukum tidak dapat dilihat sebagai suatu
institusi yang berdiri sendiri, melainkan semata-mata suatu proses dan perilaku
masyarakat sendiri. Hanya kitalah yang melihat hukum itu sebagai suatu
institusi yang terpisah dengan semua atribut dan konsep otonominya. Apa yang
sekarang disebut sebagai hukum adalah putusan arbiter yang dibuat oleh badan
legislatif.
b.
Hukum itu
tumbuh dari hubungan-hubungan hukum yang sederhana pada masyarakat primitif
sampai menjadi hukum yang besar dan kompleks dalam peradaban modern. Kendati
demikian, perundang-undangan dan para ahli hukum hanya merumuskan hukum secara
tekhnis dan tetap merupakan alat dari kesadaran masyarakat (poular
consciousness).
c.
Hukum tidak
mempunyai keberlakuan dan penerapan yang universal. Setiap bangsa memiliki
habitat hukumnya, seperti mereka memiliki bahasa adatnya. Volksgeist (jiwa
dari rakyat) itu akan tampil sendiri dalam hukum suatu bangsa.
Aliran sejarah
memiliki kelemahan yang terletak pada konsepnya mengenai kesadaran hukum yang
sangat abstrak. Pengkajian yang menolak untuk melihat hukum berdasarkan
peraturan, tetapi lebih melihatnya berdasarkan masyarakat sebagaimana dianut
oleh aliran sajarah, tetap tenggelam dibawah arus normatif-positivistis yang
kuat diabad ke-19. Lain halnya dengan fisafat hukum yang memiliki fahamnya
sendiri bagi kelahiran sosiologi hukum. Pemikiran filsafat selalu berusaha
untuk menembus hal-hal yang dekat dan secara terus-menerus mencari jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang tuntas (ultimate). Oleh karena itu, filsafat
hukum jauh mendahului sosiologi hukum apabila ia mempertanyakan keabsahan dari
hukum positif. Pikiran-pikiran filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran
sosiologi hukum, oleh karena scara tuntas dan kritis, seperti lazimnya watak
filsafat, menggugat sistem hukum perundang-undangan. Pikiran filsafat tersebut
juga dapat dimulai dari titik yang jauh yang tidak secara langsung menggugat
hukum positif.[8]
Seperti yang dilakukan oleh Gutav Radbruch dengan tesis “tiga nilai
dasar hukum” yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.
Pengaruh yang
khas dari filsafat hukum terlihat jelas pada kegiatan untuk menetralkan atau
merelatifkan dogmatika hukum, tekanannya lebih diletakan bereaksinya atau
berprosesnya hukum (law in action).[9] Roscou Pound
berpendapat bahwa hukum merupakan suatu proses yang mendapatkan bentuknya dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan.
Ia mengedepankan idenya tentang hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan
membina masyarakat. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, sorotan yang terlalu
besar pada aspek statis dari hukum yang harus ditinggalkan. selain Pound,
Cardozo berpendapat, bahwa hukum bukanlah penerapan murni dari peraturan
perundang-undangan. Pad hukum berpengaruh pula kepentingan-kepentingan sosial
yang hidup dalam masyarakat. Secara filosofis, fungsi dari sosiologi hukum
adalah menguji apakah benar peraturan perundang-undangan yang dibuat dan
berfungsi dalam masyarakat.
3. Ruang
Lingkup Sosiologi Hukum
Seperti yang dikatakan oleh
Soerjono Soekanto, untuk mengetahui hukum yang berlaku, sebaiknya seseorang
menganalisis gejala-gejala hukum dalam masyarakat secara langsung. Meneliti
proses-proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat
(semisal tentang keadilan), efektivitas hukum sebagai sarana pengendalian
sosial, serta hubungan antara hukum dan perubahan-perubahan sosial.
Perkembangan masyarakat yang susunannya sudah semakin kompleks serta pembidangan
kehidupan yang semakin maju dan berkembang menghendaki pengaturan hukum juga
harus mengikuti perkembangan yang demikian itu.[10]
Sosiologi hukum berkembang
atas suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu
jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. O.W. Holmes, seorang
hakim di Amerika Serikat, mengatakan bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan
logika, melainkan pengalaman.[11]
Ruang lingkup sosiologi
hukum juga dibagi menjadi 2 hal, yaitu:[12]
a.
Dasar-dasar sosial dari hukum atau
basis sosial dari hukum. Sebagai contoh dapat disebut misalnya: Hukum nasional
di Indonesia dasar sosialnya adalah pancasila dengan ciri-ciri: gotong royong,
musyawarah, dan kekeluargaan.
b.
Efek-efek hukum terhadap
gejala-gejala sosial lainnya. Sebagai contoh dapat disebut misalnya:
i.
Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terhadap gejala kehidupan rumah tangga.
ii.
Undang-undang No 22 Tahun 1997 dan
undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Narkotika dan Narkoba terhadap gejala
konsumsi obat-obat terlarang dan semacamnya.
iii.
Undang-Undang
No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terhadap gejala budaya.
iv.
Undang-undang mengenai pemilihan
presiden secara langsung mempengaruhi gejala politik.
v.
Dan sebagainya.
Adapun ruang lingkup
sosiologi hukum secara umum, yaitu hubungan antara hukum dengan gejala-gejala
sosial sehingga membentuk kedalam suatu lembaga sosial ( social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan
pokok manusia yang hidup dimasyarakat dan atau dalam lingkup proses hukumnya ( law in action) bukanlah terletak pada
peristiwa hukumnya ( law in the books).
Sedangkan menurut
Purbacaraka dalam bukunya Sosiologi Hukum Negara, bahwa ruang lingkup sosiologi
hukum adalah “Hubungan timbal balik atau pengaruh timbal balik antara hukum
dengan gejala-gejala sosial lainnya (yang dilakukan secara analitis dan
empiris)”. Yang diartikan sebagai hukum
dalam ruang lingkup tersebut adalah suatu kompkles daripada sikap tindak
manusia yang mana bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup.
Namun Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup sosiologi hukum meliputi:
a.
Sampai sejauh manakah hukum yang
terbentuk dari pola-pola perikelakuan atau apakah hokum yang terbentuk dari
pola-pola perikelakuan tersebut.
b.
Hukum dan pola-pola perilaku sebagai
ciptaan dan wujud dari kelompok-kelompok sosial.
c.
Hubungan timbal-balik antara
perubahan-perubahan dalam hukum dan perubahan-perubahan sosial dan budaya.
Dengan berpedoman pada persoalan-persoalan
yang disoroti sosiologi hukum, maka dapat dikatakan bahwa sosiologi hukum
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitis dan empiris
menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum, dan sebaliknya.[13] Perihal perspektif daripada sosiologi
hukum, maka secara umum ada dua pendapat utama sebagai berikut (J van Houtte
1970:57).
a.
Pendapat-pendapat yang menyatakan, bahwa kepada sosiologi
hukum harus diberikan suatu fungsi yang global. Artinya, sosiologi hokum harus
menghasilkan suatu suntesa antara hukum sebagai sarana organisasi sosial dan
sebagai sarana dari keadilan. Didalam fungsinya itu, maka hukum dapat
memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum, di dalam
mengidentifikasikan konteks sosial dimana hukum tadi diharapkan berfungsi.
b.
Pendapat-pendapat lain menyatakan, bahwa kegunaan
sosiologi hukum adalah justru dalam bidang pengkaedahan ( J van Houtte 1970:59)[14]
Perihal proses pengkaedahan, maka sosiologi hukum dapat
mengungkapkan data tentang keajegan-keajegan mana didalam masyarakat yang
menuju pada pembentukan hukum (baik melalui keputusan penguasa maupun melalui
ketetapan bersama dari para warga masyarakat).
Dari batasan ruang lingkup maupun perspektif sosiologi
hukum sebagaimana dijelaskan diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa kegunaan
sosiologi hukum didalam kenyataannya adalah sebagai berikut:[15]
a. Sosiologi hukum
berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum
didalam konteks sosial.
b. Penguasaan
konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk
mengadakan analisa terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai
sarana pengendalian sosial, sarana untuk merubah masyarakat dan sarana mengatur
interaksi social, agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.
c. Sosiologi hokum
memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi
terhadap efektivitas hukum didalam masyarakat. (Soerjono Soekanto)
4. Karakteristik
Sosiologi Hukum
Sosiologi
Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan
analitis mempelajari hubungan
timbal-balik antara hukum sebagai
gejala sosial, dengan gejala gejala
sosial lain. Studi yang demikian memiliki
beberapa karakteristik, yaitu:[16]
a.
Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasaan
terhadap praktek-praktek hukum. Apabila praktek itu dibeda-bedakan kedalam
pembuatan undang-undang, penerapan dan pengadilan, maka ia juga mempelajari
bagaimana praktek yang terjadi pada masing-masing bidang kegiatan hukum
tersebut. Sosiologi hukum berusaha untuk menjelaskan mengapa praktek yang
demikian itu terjadi, sebab-sebabnya,
faktor apa saja yang mempengaruhi, latar belakang dan sebagainya. Dengan
demikian maka mempelajari hukum secara sosiologi adalah menyelidiki tingkah
laku orang dalam bidang hukum. Menurut Weber, tingkah laku ini memiliki dua
segi, yaitu “luar” dan “dalam”. Dengan
demikian sosiologi hukum tidak hanya menerima tingkah laku yang tampak dari
luar saja, tetapi juga meperoleh penjelasan yang bersifat internal, yaitu
meliputi motif-motif tingkah laku seseorang. Apabila di sini di sebut
tingkah laku hukum maka sosiologi hukum tidak membedakan antara tingkah laku
yang sesuai denagn hukum atau yang menyimpang dari kaidah hukum, keduanya
merupakan obyek pengamatan dari ilmu ini.
b. Sosiologi hukum
senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan
hukum. Pertanyaan yang bersifat khas disini adalah “Bagaimanakah dalam
kenyataannya peraturan itu?”, “Apakah kenyataan sesuai dengan dengan yang
tertera dalam peraturan?”. Perbedaaan yang besar antara pendekatan tradisional
yang normative dan pendekatan sosiologis adalah bahwa yang pertama menerima
saja apa yang tertera pada peratuan hokum. Seang yang kedua senantiasa
mengujinya dengan data (empiris).
c. Sosiologi hukum
tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum dan
yang menyimpang dari hukum sama-sama merupakan objek pengamatan yang setaraf.
Ia tidak menilai yang satu lebih dari yang lain. Perhatiannya yang utama
hanyalah pada memberikan penjelasan terhadap objek yang dipelajarinya. Pendekatan
yang demikian itu sering menimbulkan salah paham, seolah-olah sosiologi ingin
membenarkan praktek-praktek yang menyimpang atu melanggar hokum. Sekali lagi
bahwa sosiologi hokum tidak memberikan penilaian tapi mendekati hokum dari segi
objektivitas semata dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena
hukum yang nyata.
Ketiga karakteristik studi hukum secara sosiologis
tersebut diatas sekaligus juga merupakan kunci bagi orang yang berminat untuk
melakukan penyelidikan dalam bidang sosiologi hukum. Dengan cara-cara
menyelidiki hukum yang demikian itu orang langsung berada di tengah-tengah
studi sosiologi hukum. Apapun juga objek yang dipelajarinya, apabila ia
menggunakan pendekatan seperti disebutkan pada butir-butir di muka, maka ia
sedang melakukan kegiatan dibidang sosiologi hukum. Berikut ini dikemukakan
berbagai objek yang menjadi sasaran studi sosiologi hokum.
Sosiologi hokum juga mempelajari “pengorganisasian sosial
hukum”. Objek yang menjadi sasaran disini adalah badan-badan yang terlibat
dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaran hokum. Sebagai contoh dapat disebut
misalnya: “Pembuatan undang-undang pengadilan, polisi, advokat, dan sebagainya.
Pada waktu mengkaji pembuatan undang-undang, seperti usia para anggotanya,
pendidikannya, latar belakang sosialnya, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut
memperoleh perhatian, oleh karena pembuat undang-undang itu dilihat sebagai
manifestasi dari kelakuan manusia. Oleh karena itu, factor-faktor diatas
dianggap penting untuk dapat menjelaskan mengapa hasil kerja pembuat
undang-undang itu adalah seperti adanya sekarang. Dalam kajian Sosiologi hokum
ada anggapan bahwa undang-undang itu tidak dapat sepenuhnya netral, apalagi
yang dibuat dalam masyarakat modern yang kompleks, dan menjadi tugas sosiologi hokum
untuk menelusuri dan menjelaskan duduk pesoalannya serta factor-faktor apa yang
menyebabkan keadaannya menjadi demikian itu.[17]
Bila sosiologi hokum perundang-undangan atau pengkajian
yuridis empiris akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda dengan
pegkajian yuridis normative. Karakteristik pertanyaan sosiologi hokum seperti:
“Apakah sebabnya orang taat keapda hukum? Seberapa besarkah efektivitas dari
peraturan-peraturan hukum tertentu? Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
efektivitas peraturan-peraturan hukum tertentu dipengadilan?” Sosiologi hukum,
misalnya tidak menerima begitu saja, bahwa hukum itu bertujuan untuk
menyelesaikan konflik. Pertanyaan kritis darinya adalah, ‘Apakah hukum itu
sendiri tidak mungkin menyimpan dan menimbulkan konflik?” Studi-studi sosiologi
hukum pada suatu ketika dapat menyikapi bahwa suatu peraturan yang bersifat
semu, dibelakang hari malah dapat meledakan suatu konflik baru.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang kemasyarakatan, baik itu proses sosial,
interaksi sosial masyarakat, lembaga sosial masyarakat, perubahan gaya hidup,
struktur sosial masyarakat, mobilitas sosial, gender, perubahan sosial,
perlawanan sosial, konflik, integrasi sosial, keluarga dan sebagainya.
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang
berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang
mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan
untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
Sosiologi hukum
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan
secara analiti sempiris tentang persoalan hukum dihadapkan dengan
fenomena-fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik antara hukum dengan
gejala-gejala sosial lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
mempelajari sosiologi hukum. Jadi, titik tekan Sosiologi hukum ini lebih mengarah kepada pola perilaku
masyarakat dalam memandang hukum yang terjadi disekitar mereka. Bagaimana suatu
masyarakat mentaati hukum, dan melanggar hukum, dan menjalani hukum tersebut. Sosiologi hukumpun sangat dibutuhkan oleh masyarakat
karena sosiologi hukum ini akan memberi penjelasan dari setiap objek yang
dipelajarinya,
2.
Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat mendapatkan ilmu
pengetahuan baru.
Daftar
Pustaka
Ali,
Zainuddin. 2009. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Anwar,
yesmil dan Adang, 2008. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Gransindo.
Cotterrel, Roger, 2012. Sosiologi
Hukum (The Sosiologi Of Law), Bandung: Nusa Media.
Johnson,
Alvin S, 2004. Sosiologi Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.
Rahardjo,
Satjipto, 2006. Ilmu Hukum. Semarang: Citra Aditya Bakti.
Utsman,
Sabian, 2009. Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Warassih,
Esmi, 2005. Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru
Utama.
[1] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar
Sosilogi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, hlm, 109.
[2] Zainudin Ali, Sosiologi Hukum,
Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm, 1-2
[3] Soerjono Soekanto, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1982), Hlm 310.
[4]
Roger Cotterrel, Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of Law), Nusa
Media, Bandung, 2012, hlm. 6
[5] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar
Sosilogi Hukum, hlm 128.
[6] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar
Sosilogi Hukum, hlm. 122
[7] Satjipto Rahardjo, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, hlm. 15-16
[8] Satjipto Rahardjo, “Sosiologi
Suatu Pengantar”, hlm. 17
[9] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar
Sosilogi Hukum, hlm. 126
[10] Esmi Warassih, Pranata
Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama, 2005), hal. 3
[11] Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum,
diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.11
[12] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum,
(Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hal 4
[14] Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, (
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009) hlm 133
[15] Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hukum,
(Jakarta: Rajawali Pers,1980), hlm 30
[16] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Semarang: Citra
Aditya Bakti, 2006) hlm 332
[17] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, ( Jakarta, Sinar
Grafika, 2009) hlm 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar