BAB
I
1. Pendahuluan
Korupsi
merupakan suatu masalah yang tak kunjung habis di bahas di negara Indonesia,
kondisi ekonomi negara yang saat ini tidak merata diseluruh masyarakat semakin
tidak stabil ditambah dengan meningkatnya dan terungkapnya kasus korupsi yang
dapat merugikan negara, apabila masalah ini dibiarkan akan dapat mengakibatkan
negara Indonesia hanya akan menunggu detik-detik kehancuran. Dimana dasar
ideologi kita Pancasila dan Konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945 tidak
dapat membentengi tindakan-tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur
negara. Ini disebabkan lemahnya rasa nasionalisme dan moralitas bangsa.
Korupsi di
Indonesia berkembang secara sistemik, bagi golongan tertentu korupsi bukan lagi
merupakan suatu pelanggaran hukum tetapi suatu kebiasaan yang mudah dan
terbiasa untuk dilakukan. Hal ini disebabkan lemahnya sistem penegakkan hukum
tehadap pelaku tersangka kasus korupsi. Pemerintah disini dituntut berperan
aktif dan kompeten serta amanah dan bertanggung jawab agar regulasi yang telah
dibentuk dan dirumuskan dalam undang-undang dapat efektif sehingga mampu
meminimalisir korupsi di Indonesia.
Dalam
penelitian dikatakan bahwa indonesia termasuk salah satu negara terbesar
terlibat dalam kasus korupsi. Perkembangan korupsi juga mendorong agar di
tegakkanya hukum pemberantasan korupsi. Tetapi hingga kini pemberantasan
korupsi juga belum ada kepastian, penyelesaian yang jelas dan tuntas, banyak
sekali kasus korupsi yang belum di periksa dan di adili. Ini mencerminkan
lambat dan lemahnya proses peradilan di Indonesia dalam menangani kasus
korupsi.
Korupsi
bukan suatu kebiasaan yang di anggap sebagai cultur atau budaya. Tetapi
suatu kebiasaan buruk yang dilakukan oleh sekelompok orang atau corporation
yang mempunyai kekuasaan atau wewenang sebagai aparatur negara. Kebiasaan buruk
ini dapat merugikan keuangan negara dan apabila terbukti maka dapat
menimbulkan akibat hukum yang berupa sanksi baik secara administrasi
ataupun sanksi penjara sesuai dalam KUHP pasal 10. Presiden Susilo Bambang
Yudoyono telah membentuk lembaga khusus untuk mengawasi dan memberantas
korupsi. Lembaga ini hanya bersifat sementara. Tujuan pemerintah membentuk
lembaga khusus adalah menciptakan negara yang bebas atau anti korupsi sehingga
mencapai kehidupan sejahtera adil dan makmur.
Komisi
Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang akan berkoordinasi dengan
kejaksaan, kepolisian dan lembaga lain yang terkait dalam pemberantasan korupsi
juga lapisan masyarakat. Dibentuknya lembaga yang berwenang dalam kasus korupsi
adalah untuk mengefektifitaskan hukum dan sanksi yang dapat diterapkan bagi
para pihak yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan sehingga dapat
menimbulkan kerugian negara. Hal inilah yang akan penulis coba mengkaji
mengenai efektivitas memberantas kasus korupsi .
BAB
II
1. Pengertian, Asal Kata Korupsi, Ciri-Ciri Korupsi
dan Motivasi Tindakan Korupsi
1.1. Asal kata Korupsi
Korupsi
berasal dari bahasa latin “corruptio” atau “corruptus”.
Coruptio berasal dari kata “corrumpere”, suatu kata latin yang
lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa yaitucorruption,
corrupt; Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie,
korruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata tersebut menurun ke bahasa
Indonesia, yaitu Korupsi. (Andi Hamzah, 2005:4)
1.2. Arti kata Korupsi
Korup memiliki arti: busuk; palsu;
suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1991) buruk; rusak; suka menerima uang sogok;
menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan
menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002).
Korupsi bisa
mengandung berarti kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian (The Lexicon Webster Dictionary, 1978) penyuapan, pemalsuan (Kamus
Bahasa Indonesia,1991) penyelewengan atau penggelapan uang negara atau
perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang
lain (Kamus Hukum, 2002).[1]
1.3. Pemahaman Korupsi
berdasarkan hukum yang berlaku
Berdasarkan
pemahaman dari pasal 2 UU No. 31 Th. 1999 sebagaimana yang diubah dengan UU
No.20 Th 2001, Korupsi adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud
memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang
(memberikan dampak) dapat merugikan keuangan/perekonomian negara.
Sehingga
unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai
korupsi adalah :
(1) secara
melawan hukum;
(2)
memperkaya diri sendiri/ orang lain; dan
(3) “dapat”
merugikan keuangan/ perekonomian negara.
Secara
melawan hukum artinya meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan (melawan hukum formil), namun apabila perbuatan tersebut
dianggap tercela karena dinilai tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat (melawan hukum materiil), maka
perbuatan tersebut dapat dipidana. Kata “dapat” menunjukkan bahwa tindak pidana
korupsi telah dianggap ada apabila unsur-unsur perbuatan yang telah dirumuskan
terpenuhi, bukan dengan timbul akibat.[2]
Di Indonesia, korupsi diartikan sebagi suatu
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan
pribadi atau kelompok . Selain itu ada pula pengertian korupsi menurut beberapa
ahli diantaranya[3] :
1.
Huntington
(1968) : korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
2.
Eep
Saefulloh Fatah (1998) : korupsi adalah penyelewengan uang negara untuk
kepentingan pribadi ataupun keluarga yang melampaui batas-batas yang dibuat
oleh hukum.
3.
Kartono
(1983) : korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara.
4.
Mochtar
Mas’oed (1994) : korupsi adalah transaksi dimana satu pihak memberikan sesuatu
yang berharga untuk memperoleh imbalan berupa pengaruh atas keputusan-keputusan
pemerintah.
Rumusan Korupsi :
Korupsi = (secara melawan hukum + mengambil hak orang lain + tujuan memiliki
atau mendapat keuntungan) + ada
penyalahgunaan kewenangan/ kepercayaan + menimbulkan kerugian negara;
= (pencurian + penyalahgunaan kewenangan/ kepercayaan)
+ kerugian negara;
= penggelapan + kerugian negara.
1.4. Ciri-ciri Korupsi (*Alatas,
1983)
a.
dilakukan
lebih dari satu orang;
b.
merahasiakan
motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c.
berhubungan
dengan kekuasaan/kewenangan tertentu;
d.
berlindung
dibalik pembenaran hukum
e.
melanggar
kaidah kejujuran dan norma hukum;
f.
mengkhianati
kepercayaan.[4]
1.5. Motivasi Korupsi (Abdullah Hehamahua, 2005)
Dilihat dari
motivasi terjadinya, korupsi dapat dibedakan menjadi beberapa macam karena
adanya suatu alasan tertentu :
(a) Korupsi
karena kebutuhan
(b) Korupsi
karena ada peluang
(c) Korupsi
karena ingin memperkaya diri sendiri
(d) Korupsi
karena ingin menjatuhkan pemerintahan
(e) Korupsi
karena ingin menguasai negara.
1.6. Macam-Macam Bentuk Korupsi
Menurut penuturan dari pasal-pasal yang terdapat pada
UU no.31 th.1999 jo UU no.20 th.2001, pengklasifikasian macam-macam bentuk
korupsi secara garis besar adalah sebagai berikut:
(1) Korupsi
yang terkait dengan kerugian keuangan negara
(2) Korupsi
yang terkait dengan suap-menyuap
(3) Korupsi
yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
(4) Korupsi
yang terkait dengan perbuatan pemerasan
(5) Korupsi
yang terkait dengan suatu perbuatan curang
(6) Korupsi
yang terkait dengan disertai adanya benturan kepentingan dalam hal pengadaan
(7) Korupsi
yang terkait dengan Gratifikasi.[5]
2. Penyebab Korupsi di Indonesia
Di Indonesia tindak pidana korupsi seakan menjadi hal yang
biasa untuk dilakukan terutama dikalangan pejabat. Para pejabat seakan tidak
mempunyai rasa malu untuk melakukan tindakan yang merugikan negara ini. Hal ini
menimbulkan suatu pertanyaan, apakah penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.
Menurut penasihat KPK, Abdullah Hehamahua seperti yang tertulis di buku yang
berjudul Memberantas Korupsi Bersama KPK, setidaknya ada 8 penyebab terjadinya
korupsi di Indonesia:
1.
Sistem Penyelenggaraan Negara yang
Keliru
Sebagai negara yang baru berkembang,
seharusnya prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan
tahun, mulai orde lama, orde baru, hingga reformasi, pembangunan hanya
difokuskan di bidang ekonomi. Padahal setiap negara yang baru merdeka, masih
terbatas dalam memiliki SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Sehingga
konsekuensinya semua didatangkan dari luar negeri yang pada gilirannya
menghasilkan penyebab korupsi.
2. Kompensasi
PNS yang Rendah
Negara yang baru merdeka tidak
memiliki uang yang cukup untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada
pegawainya. Apalagi Indonesia yang lebih memprioritaskan bidang ekonomi membuat
secara fisik dan kultural menmbulkan pola konsumerisme, sehingga 90% PNS
melakukan KKN.
3.
Pejabat yang Serakah
Pola hidup konsumerisme yang
dilahirkan oleh sistem pembangunan seperti di atas mendorong pejabat untuk
menjadi kaya secara instant. Hal ini menyebabkan lahirnya sikap serakah dimana
pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, seperti melakukan mark up proyek-proyek pembangunan.
4. Law
Enforcement Tidak Berjalan
Para pejabat yang serakah dan
PNS yang KKN karena gaji yang tidak
cukup, maka boleh dibilang penegakan hukum tidak berjalan hampir diseluruh lini
kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun lembaga kemasyarakatan karena
segalanya diukur dengan uang. Hal ini juga menimbulkan kata-kata plesetan seperti, KUHP (Kasih Uang Habis
Perkara) atau Ketuhanan Yang Maha Esa (Keuangan Yang Maha Kuasa).
5. Hukuman
yang Ringan Terhadap koruptor
Adanya Law Enforcement tidak
berjalan dengan semestinya, dimana aparat penegak hukum bisa dibayar. Maka,
hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak
menimbulkan efek jera.
6. Pengawasan
Yang Tidak Efektif
Dalam sistem manajemen yang modern
selalu ada instrumen yang disebut internal kontrol yang bersifat in build dalam setiap unit kerja.
Sehingga sekecil apapun penyimpangan akan terdeteksi sejak dini dan secara
otomatis pula dilakukan perbaikan. Tetapi internal kontrol yang ada disetiap
unit sudah tidak lagi berjalan dengan semestinya karena pejabat atau pegawai
terkait bisa melakukan tindakan korupsi.
7. Tidak
Ada Keteladanan Pemimpin
Ketika resesi ekonomi 1997, keadaan
perekonomian Indonesia sedikit lebih baik daripada Thailand. Namun pemimpin
Thailand memberi contoh kepada rakyatnya dalam pola hidup sederhana. Sehingga
lahir dukungan moral dan material dari masyarakat dan pengusaha. Maka dalam
wktu singkat Thailand telah mengalami recovery ekonominya. Di Indonesia tidak
ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan sehingga kehidupan berbangsa dan
bernegara mendekati jurang kehancuran.
8. Budaya
Masyarakat yang Kondusif untuk KKN
Korupsi yang ada di Indonesia tidak
hanya terpusat pada pejabat negara saja melainkan sudah meluas hingga ke
masyarakat. Hal ini bisa dicontohkan pada saat pengurusan KTP, SIM, STNK, maupun
saat melamar kerja. Tindakan masyarakat ini merupakan pencerminan yang
dilakukan oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh
masyarakat diyakini sebagai perbuatan yang tidak salam.[6]
3. Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan
Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mncegah dan menanggulangi korupsi
(melalui upaya koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut dapat kita
pahami bahwa dalam upaya pemberantasan korupsi terdapat 3 unsur pembentuk,
yaitu pencegahan (antikorup/preventif), penindakan (penanggulangan/
kontrakorupsi/ represif) dan peran serta dari masyarakat.
Rumus :
Pemberantasan Korupsi = Pencegahan + Penindakan + Peran Serta Masyarakat
4. Penanganan Perkara Korupsi
Yang dimaksud dengan penanganan
perkara korupsi adalah penyelidikan, penyidikan, penuntutandan pemeriksaan
perkara korupsi yang dilakukan berdasarkan ketentuan KUHAP (UU no.8 th
1981), UU no.14 th 1985 tentang MA dan UU no.31 th 1999 jo UU no.20 th 2001.
Penyidikan, Penuntutan, dan
Pemeriksaan perkara korupsi harus didahulukan dari perkara lain supaya cepat
selesai dan tanpa perlu proses pemyelesaian yang panjang, lama dan berbelit.[7]
4.1.
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
4.1.1. Definisi KPK dan Tujuan Berdirinya
KPK merupakan suatu badan khusus yang
mempunyai kewenangan luas (meliputi kewenangan dalam hal penyelidikan,
penyidikan, penuntutan) dan bersifat independen (mandiri dan bebas dari
kekuasaan manapun, netral atau tidak memiliki keberpihakan pada seseorang;
instansi; ataupun badan usaha tertentu). Tujuan KPK didirikan ialah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.[8]
KPK dibentuk dan berkedudukan di ibukota
negara, dan jika dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan masyarakat, KPK dapat
membentuk perwakilan di daerah provinsi. Sumber keuangan KPK berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bantuan pihak lain.[9]
Dalam struktur organisasinya, KPK terdiri dari Pimpinan (Ketua dan 4 Wakil
Ketua). Tim Penasehat (4 Anggota) dan Pegawai KPK.
4.1.2. Visi dan Misi KPK
Visi KPK menjadi lembaga yang mampu
mewujudkan Indonesia yang bebas dari segala macam bentuk korupsi,
diintegrasikan dengan semangat Misi-nya sebagai pendobrak dan pendorong
Indonesia yang bebas dari korupsi serta menjadi pemimpin dan penggerak
perubahan demi mewujudkan Bangsa Indonesia yang anti korupsi .
4.1.3. Asas KPK
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
KPK bergerak dengan berlandaskan pada 5 (lima) Asas yang diantaranya adalah:
1. Asas Kepastian Hukum;
2. Asas Keterbukaan;
3. Asas Akuntabilitas;
4. Asas Kepentingan Umum;
5. Asas Proporsionalitas.
4.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi KPK
Disamping itu KPK mempunyai Tugas Pokok
dan Fungsi (sebagaimana diatur dalam pasal 6 sampai dengan pasal 14
Undang-undang nomor 30 tahun 2002) sebagai berikut :
§ Koordinasi dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
§ Supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
§ Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
§ Melakukan tindakan-tindakan pencegahan
tindak pidana korupsi
§ Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.[10]
4.1.5. Kewenangan KPK
Sebagaimana diuraikan diatas, dalam
konteks yang lebih luas KPK juga memiliki beberapa Kewenangan seperti
lembaga-lembaga independen khusus lainnya, yang diantaranya adalah:[11]
1) Koordinasi : Mengkoordinasikan segala
bentuk kegiatan penindakan TPK; menetapkan sistem pelaporan dan meminta
informasi terkait kegiatan dalam hal pemberantasan TPK; melaksanakan pertemuan
dengan instansi lain yang berhubungan dengan pemberantasan TPK; dan meminta
laporan instansi lain tentang pencegahan TPK.
2) Supervisi : Melakukan pengawasan,
penelitian, ataupun penelaahan terhadap instansi yang bertugas melakukan
pemberantasan TPK dan pelayanan publik; mengambil alih penyidikan atau
penuntutan terhadap pelaku TPK yang sedang ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian.
3) Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
: Menyadap dan merekam pembicaraan; memerintahkan kepada instansi terkait untuk
melarang seseorang bepergian ke luar negeri; meminta keterangan kepada BANK
atau Lembaga Keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa;
memerintahkan kepada BANK atau Lembaga Keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga sebagai hasil dari korupsi; memerintahkan kepada atasan
tersangka untuk memberhentikan sementara (masa kerja, kedudukan atau jabatan)
tersangka; meminta data kekayaan atau perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi terkait; menghentikan sementara suatu transaksi, perjanjian lainnya,
atau pencabutan sementara perizinan yang dilakukan atau dimiliki tersangka atau
terdakwa; meminta bantuan interpol; dan meminta bantuan kepolisian atau
instansi lain untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan dalam perkara TPK.
4) Pencegahan : Melakukan registrasi
(pendaftaran) dan pemeriksaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara); menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi; menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi;
merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan TPK;
melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat; melakukan kerjasama
bilateral atau multilateral dalam pemberantasan TPK.
5) Monitor : Melakukan pengkajian sistem
administrasi di lembaga negara dan pemerintah; memberikan saran kepada pimpinan
lembaga tersebut untuk melakukan perubahan jika sistem administrasi di lembaga
tersebut berpotensi korupsi; melaporkan kepada presiden, DPR, dan BPK jika
saran KPK tidak diindahkan.
4.1.6. Pertanggung Jawaban KPK Terhadap Publik
KPK bertanggung jawab kepada masyarakat
atas pelaksanaan tugasnya, dengan cara :
a) Melakukan audit terhadap kinerja dan
pertanggung jawaban keuangan;
b) Menerbitkan dan menyampaikan Laporan
Tahunan kepada Presiden, DPR, BPK; dan
c) Membuka akses informasi kepada
masyarakat.
4.1.7. TPK Yang Dapat Ditangani KPK
Jika kita tarik lebih khusus kepada
permasalahan tindak pidana korupsi, ada beberapa poin menarik yang dapat kita
jabarkan satu persatu tentang TPK apa saja yang dapat ditangani oleh KPK itu
sendiri. KPK sebagai badan khusus yang menangani kasus-kasus korupsi memiliki
kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan TPK yang
bersifat:
o Melibatkan aparat penegak hukum,
penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum atau penyelenggara negara;
o Mendapat perhatian yang meresahkan
masyarakat; dan/atau
o Menyangkut kerugian keuangan negara
dengan besarnya nominal paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
Menurut sumber lain yang kami baca,
KPK juga benar-benar harus difokuskan sebagai extraordinary atau superbody
dalam memberantas korupsi. Adapun yang menjadi fokus dalam pemberantasan
korupsi antara lain:[12]
1. Kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia) dengan jumlah uang kurang lebih Rp 650 triliun dan penyelewengan
dana KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) Bank BUMN dengan jumlah Rp 283
triliun, serta permasalahan bailout yang diberikan kepada Bank Century sebesar
6,7 triliun yang belum tuntas hingga saat ini.
2. Uang orang-orang Indonesia yang diduga
hasil korupsi yang berada di Singapura yang berjumlah Rp 800 triliun, sebagaimana
hasil survei Merryll Lynch dan Capgemini pada tahun 2006.
3. Sektor pajak menunjukan: wajib pajak
yang mempunyai NPWP 6 juta orang, wajib pajak yang melapor 3 juta orang, yang
membayar dengan mestinya 1,5 juta orang. Penerimaan negara yang dhasilkan 400
triliun. Jadi, ke manakah potensi pajak yang lainnya?
4. Para pejabat tinggi negara mulai dari
presiden, wakil presiden, menteri-menteri, dll. Harus dilakukan klarifikasi
karena setelah mereka menjabat rata-rata harta bendanya meningkat berkali
lipat.
5. Pemberantasan korupsi di kalangan hakim,
jaksa, polisi, dan, advokat atau pada dunia mafia peradilan pada umumnya.
6. Meninjau dan mewaspadai kontrak
proyek-proyek besar pemerintahan atau swasta yang berpotensi merugikan negara,
seperti ExonMobil, Freeport, dan Indosat.
7. Membuka kembali SP3 para tokoh atau
orang-orang yang berpengaruh di masa lalu.
8. Mengkoreksi kembali kontrak-kontrak yang
dilakukan BUMN yang jelas-jelas merugikan kepentingan kepentingan rakyat
Indonesia karena tidak sejalan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
9. Perlunya kepastian hukum untuk
Pengadilan Tipikor dalam hal ini mendesak Presiden RI untuk mengeluarkan Perpu
bahkan dibuat tambahan ketentuannya bahwa Pengadilan Tipikor bersifat Final Inkracht van gewijsde (putusan
hukum yang tetap). Jadi, tidak ada lagi banding, kasasi, dan PK dalam kasus
tindak pidana korupsi. Dengan ini diharpakan ada psikologi massa yang akan
direspon untuk terapi bagi para komunitas koruptor.
10. Sebagai upaya untuk shock therapy bagi
para koruptor, maka dapatlah diterapkan ide berikut: a) Para tahanan koruptor,
tahanannya dibuatkan tersendiri di gedung atau tempat asal dia bekerja atau
beraktivitas, misalnya anggota DPR dibuatkan di lobi Wisma Nusantara dengan
model jeruji besi yang transparan sehingga terlihat jelas bagi siapapun yang
lalu lalang menuju gedung DPR. Begitu juga presiden dan wapres dibuatkan
kerangkeng di istana si presiden dan wapres koruptor. b) Para tahanan koruptor
tersebut hendaknya pada hari Sabtu dan Minggu dikumpulkan di Monas dengan baju
tahanan bertuliskan koruptor, kemudian diarak pawai berjalan sampai ke Blok M
agar disaksikan oleh seluruh masyarakat. Kemudian bagi para keluarga koruptor
yang akan membesuknya, maka ia harus mengenakan baju “keluarga koruptor”.
11. Idealnya KPK memiliki rumah tahanan
sendiri dan tempat penyitaan uang korupsi misalnya dengan diberi nama Balai
Harta Negara (BHN) dan koordinasinya berada di bawah satu deputi yang ada di
KPK. BHN tersebut berfungsi antara lain:
a. Menerima dan menyimpang uang hasil
korupsi yang dapat diselamatkan oleh kinerja KPK.
b. Mengkoordinasikan dan mendistribusikan
penggunaan uang tersebut dengan Departemen Keuangan dan beberapa departemen
teknis lainnya untuk bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kesejahteraan
rakyat.
c. Berkoordinasi dengan Pimpiman KPK yang akan
datang terhadap pilihan-pilihan kasus yang disepakati bersama yang intinya
untuk output pertumbuhan ekonomi dan clean
goverment sehingga bisa mewujudkan
kesejahteraan rakyat dan stabilitas politik.
Khusus KPK, tidak boleh mengeluarkan
surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) perkara korupsi.
Penanganan perkara korupsi oleh KPK dibekali dengan kewenangan yang luas untuk
mengatasi berbagai hambatan yang ada.
KPK dapat bekerjasama dengan lembaga
penegak hukum negara lainnya berdasarkan perjanjian internasional atau
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
4.1.8. Penyelidikan oleh KPK:
Apabila penyelidik KPK menemukan
bukti permulaan yang cukup,
1. Penyelidik
melapor kepada KPK (dalam kurun waktu 7 hari)
2. KPK
melakukan penyidikan sendiri atau melimpahkan kepada penyidik polisi atau
penyidik kejaksaan. Kepolisian atau kejaksaan wajib berkoordinasi dan
melaporkan perkembangan penyidikan kepada KPK.
Namun lain halnya apabila penyelidik KPK tidak
menemukan bukti permulaan yang cukup
1. Penyelidik
memberikan laporan kepada KPK; dan
2. KPK
menghentikan penyelidikan.
4.1.9. Penyidikan oleh KPK:
1. Berdasarkan
bukti permulaan cukup, penyidik KPK dapat melakukan penyitaan terhadap alat
bukti atau barang yang diduga terkait korupsi, tanpa seijin Ketua PN. Penyitaan
ini disertai dengan berita acara penyitaan yang salinannya diberikan kepada
tersangka atau keluarganya.
2. Kepolisian
dan Kejaksaan wajib memberitahukan penyidikan perkara korupsi yang mereka
tangani kepada KPK, paling lambat 14 hari kerja sejak dimulainya penyidikan.
3. Kepolisian
dan Kejaksaan tidak berwenang lagi dan wajib menghentikan penyidikannya apabila
KPK melakukan penyidikan pada perkara/kasus yang sama.
4.1.10. Penuntutan oleh KPK:
Setelah menerima berkas perkara dari
penyidik, dalam 14 hari kerja Penuntut Umum KPK wajib melimpahkan berkas
perkara kepada pengadilan.
4.2.1. Tim Pemberantasan Korupsi (TIK)
Dasar
Hukum :
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 1960 dan Keputusan presiden Nomor 228 Tahun 1967
Tugas :
Membantu Pemerintah memberantas
korupsi dengan tindakan preventif dan represif.
4.2.2. Komite Anti Korupsi (KAK)
Dibentuk
tahun 1970
4.2.3. Komisi Empat
Dasar
Hukum :
Keputusan
presiden Nomor 12 Tahun 1970
Tugas :
1.
Menghubungi pejabat atau instansi, swasta sipil atau militer.
2. Memeriksa dokumen administrasi
pemerintah dan swasta.
3. Meminta bantuan aparatur
pemerintah pusat dan daerah.
4.2.4. Operasi Tertib (OPSTIB)
Dasar
Hukum :
Instruksi
Presiden Nomor 9 Tahun 1977
Tugas :
1.
Pembersihan pungutan liar di jalan-jalan, penertiban uang siluman di pelabuhan
baik pungutan tidak resmi maupun resmi tetapi tidak sah menurut hukum.
2.
Tahun 1977 diperluas sasaran penertiban, beralih dari jalan raya ke apart
departemen dan daerah.
4.2.5. Tim Pemberantasan Korupsi (TPK)
Dibentuk
tahun 1982
Dasar
Hukum :
TPK
dihidupkan kembali tanpa diterbitkan Keputusan Presiden.
4.2.6. Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
(KPKPN)
Dasar
Hukum :
1.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
2. Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun
1998
4.2.7. Tim Gabngan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Dasar
Hukum :
1.
Pasal 27 UU Nomor 31 Tahun 1999
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2000
Tugas :
Mengungkap
kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung
4.2.8. Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Dasar
Hukum :
Keputusan
Presiden RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasann Tindak
Pidana Korupsi
Tugas :
1.
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai ketentuan hukum acara
pidana yang berlaku terhadap kasus dan/atau indikasi tindak pidana korupsi.
2.
Mencari dan menangkap para pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana
korupsi, serta menelusuri dan mengamankan seluruh aset-asetnya dalam rangkan
pengembalian keuangan negara secara optimal, yang berkaitan dengan tugas
sebagaimana dimaksud huruf a.
Daftar
Pustaka
Djaja,
Ermansjah. 2008. Memberantas Korupsi
Bersama KPK. Balikpapan: Sinar Grafika
Indonesia,
Republik, Komisi Pemberantasan Korupsi, 2008. Memahami Untuk Membasmi, Jakarta:
KPK RI
Maheka,
Arya, 2008. Mengenali dan Memberantas KORUPSI, Jakarta: KPK RI
Sudjana,
Eggi, 2011. SBY Antek Yahudi – AS “Suatu kondisional menuju revolusi”,
Tangerang Selatan: Ummacom Press
[2] Ibid, Hlm. 14
[3] http://denimarmos.blogspot.com/2011/09/korupsi.html
[4] Ibid, hlm 23
[5] Republik
Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi, (Jakarta,
KPK RI, 2008), hal.32
[6] Ermansjah Djaja, Memberantas
Korupsi Bersama KPK, (Balikpapan: Sinar Grafika, 2008) hlm.51
[7] Republik
Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi, (Jakarta,
KPK RI, 2008), hlm. 39
[8] Ibid, hlm. 52
[9] Maheka, Arya, Mengenali dan
Memberantas KORUPSI, (Jakarta, KPK RI, 2009) hlm 66
[10] Komisi Pemberantasan Korupsi
Republik Indonesia: Bangun Negeri Tanpa Korupsi.
[11] Ibid.
[12] Eggi Sudjana, SBY Antek Yahudi – AS? “Suatu Kondisional Menuju
Revolusi”, (Tangerang Selatan, Ummacom Press, 2011). Hlm 209
[13] Ermansjah Djaja, Memberantas
Korupsi Bersama KPK, (Balikpapan: Sinar Grafika, 2008) hlm. 326
Tidak ada komentar:
Posting Komentar