LEMBAGA PENJAMINAN PERORANGAN
A.
Arti pentingnya perjanjian penanggungan (Borgtocht,
Guarantee)
1.
Dalam hubungan hukum bagaimana timbul perjanjian
penanggungan
Dahulu penanggungan lazim diberikan oleh seseorangan
tertentu yang tanpa mempunyai kepentingan sesuatu dan murni atas dasar rasa
persahabatan menanggung untuk memenuhi pertanggungan orang lain. Namun
perkembangannya sekarang penagnggungan yang diberikan atas dasar persahabatan
demikian hampir tidak pernah terjadi. Karena perkembangan kebutuhan akan kredit
sekarang adalah demikian meningkatnya untuk kepentingan perluasan industri,
perlindungan bagi pihak ekonomi lemah dan peningkatan perekonomian pada
umumnya. Sehingga dasar pemberian penanggungan atas dasar persahabatan demikian
sekarang menjadi tedesak dan kurang beralasan, mungkin hanya terjadi dalam hal
hubungan keluarga antara si penanggung dan debitur. Dasar pemberian kredit
sekarang menjadi lebih ketat dan lebih zakelijk di samping kebutuhan
akan kredit yang semakin meluas.
2.
Sifat, isi dan bentuk perjanjian penanggungan
Disamping jaminan yang bersifat zakelijk terdapat jaminan
yang bersifat persoonlijk. Perjanjian penanggungan tergolong jaminan perorangan
yang lazim terjadi dalam praktek perbankan.
Yang dimaksud penanggungan menurut Pasal 1820 KUH Perdata
ialah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si
berhutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perutangan si berhutang manakala si
berhutang itu wanprestasi.
Tujuan dan isi dari penanggungan itu ialah memberikan
jaminan untuk dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok. Adanya
penanggungan itu dikaitkan dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian
pokok. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian penanggungan itu bersifat
accesoir.[1]
Dari beberapa ketentuan Undang-undang dapat kita
simpulkan bahwa perjanjian penanggungan adalah bersifat accesoir, dalam arti
senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok :
a.
Tak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang
sah;
b.
Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya
perutangan pokok;
c.
Penanggung berhak mengajukan tangkisan-tangkisan;
d.
Beban pembuktian yang tertuju pada si berhutang dalam
batas-batas tertentu mengkikat juga si penanggung;
e.
Penanggungan pada umumnya akan hapus dengan hapusnya
perutangan pokok.
Ditinjau dari sifatnya jaminan penanggungan tergolong
pada jaminan yang bersifat perorangan, yaitu adanya orang pihak ketiga (badan
hukum) yang menjamin memenuhi perutangan manakala debitur wanprestasi. Pada
jaminan yang bersifat perorangan demikian pemenuhan prestasi hanya dapat
dipertahankan terhadap orang-orang tertentu, yaitu si debitur atau penanggungnya.
Mengenai bentuknya perjanjian penanggungan menurut
ketentuan Undang-undang adalah bersifat bebas, tidak terikat oleh bentuk
tertentu dalam arti dapat secara lisan, tertulis atau dituangkan dalam akta.
Namun demi kepentingan pembuktian, dalam praktek lazim terjadi bahwa bentuk
perjanjian penanggungan senantiasa dibuat dalam bentuk yang tertulis, baik
tercantum dalam model-model tertentu dari Bank maupun akta Notaris.
Penanggungan adalah perjanjian yang berbentuk bebas dan
biasanya bersifat sepihak, tetapi lebih ditekankan kepada kewajiban penanggung.
Pada umumnya penanggungan adalah merupakan perjanjian sepihak, namun mungkin
juga bahwa kreditur menjanjikan sesuatu prestasi sehingga prestasi datang dari
kedua belah pihak.
Mengenai sifatnya perjanjian penanggungan selain bersifat
accesoir, ditinjau dari sudut cara pemenuhannya adalah bersifat subsidair. Hal
demikian disimpulkan dari ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata yang menentukan
bahwa ”penanggung mengikatkan diri untuk memenuhi perutangan debitur, manakala
si debitur sendiri tidak memenuhinya”.
Jadi dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
penanggungan hanya terikat secara subsidair manakala debitur tidak memenuhinya,
dan pada tingkat yang terakhir hanya debitur yang berkewajiban atas pemenuhan
hutang tersebut. Hal demikian terbutki dari adanya Hak Regress dari penanggung
kepala debitur, setelah penanggung memenuhi prestasi.[2]
Pada umumnya penanggungan dapat diberikan untuk menjamin
pemenuhan perutangan yang timbul dari segala macam hubungan hukum, lazimnya
hubungan hukum yang bersifat keperdataan. Namun dimungkinkan juga bahwa
penanggungan diberikan untuk menjamin pemenuhan prestasi yang lahir dari hubungan
hukum yang bersifat hukum publik. Asal prestasi tersebut dapat dinilai dalam
bentuk uang.
Pada azaznya dalam perjanjian penanggungan, si penanggung
itu hanya mengikatkan diri untuk pemenuhan pembayaran sejumlah uang. Ini
merupakan bentuk yang lazim dalam perjanjian penanggungan. Seandainya
penanggungan itu diberikan untuk perutangan yang tidak berwujud dalam jumlah
uang, maka kreditur menuntut pemenuhan dari penanggung, harus dapat diwujudkan
dalam jumlah uang. Prinsip yang demikian kiranya sesuai dengan azaz yang
berlaku pada hukum eksekusi, dimana untuk pelaksanaan eksekusi, semua
perutangan harus diwujudkan dalam pembayaran sejumlah uang.
Mengenai bentuknya perjanjian penanggungan sebagaimana
diuraikan di muka menurut Undang-undang adalah berbentuk bebas, meskipun dalam
praktek senantiasa berbentuk tertulis, tercantum dalam formulir-formulir
tertentu dari Bank ataupun akta Notaris.
Dalam praktek perjanjian penanggungan yang bersifat
accessoir itu lazim tercantum dalam akta yang terpisah dari perjanjian pokoknya,
tercantum dalam formulir/model tertentu dari bank. Namun mungkin juga
perjanjian penanggungan tercantum menjadi satu dalam perjanjian penanggungan.
3.
Penanggungan yang diwajibkan
Pada umumnya penanggungan itu timbul sebagai akibat
adanya perjanjian pokok yang menyebutkan secara khusus adanya penanggungan
tersebut. Karena dalam banyak hal ternyata bahwa seorang kreditur baru mau
mengadakan hubungan perutangan jika pihak lawannya itu dapat mengajukan
penanggung, yang akan menanggun pemenuhan hutang manakala debitur wanprestasi.
Disamping itu penanggungan dapat juga
timbul karena penetapan Undang-undang. Karena dalam beberapa hal Undang-undang
mewajibkan adanya seorang penanggung untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
tertentu (keadaan tak hadir, hak pakai hasil, pewarisan).
Penanggungan
juga dapat timbul karena adanya keputusan hakim atau ketetapan (beschikking)
yang memutuskan perlu adanya penanggungan yang menanggung dipenuhinya
perutangan. Si debitur yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus
mengajukan seseorang penanggung yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
a.
Harus mempunyai kecakapan bertindak untuk mengikatkan
diri;
b.
Cukup mampu (kemampuan ekonomis) untuk dapat memenuhi
perutangan yang bersangkutan.
c. Harus
berdiam di wilayah Republik Indonesia.
4. Luasnya
Penanggungan
Adakalanya
penanggungan itu tidak terbatas hanya untuk pelaksanaan perjanjian pokok saja,
melainkan termasuk semua akibat hutangnya bahkan terhitung semua biaya-biaya
gugatan yang diajukan terhadap si berhutang utama. Terhitung pula segala biaya yang dikeluarkan setelah si
penanggung diperingatkan untuk melaksanakan kewajibannya (Pasal 1825 KUH
Perdata). Penanggungan secara demikian disebut penanggungan tak terbatas (onbeperkte
borgtocht).
Lebih dari seorang penanggung
Penanggung utama – Penanggung belakang; Penanggung
pertama – Penanggung keduam Penanggung Solider.
Menurut ketentuan Undang-undang
dimungkinkan bahwa orang atau Bank juga menjadi penanggung dari si penanggung.
Jadi disini penanggung bukan menanggung agar debitur memenuhi kewajibannya,
melainkan menanggung agar si penanggung itu memenuhi kewajibannnya. Jadi di
sini terdapat penanggung utama (hoofdborg) dan penanggung belakang (achterborg;
sub borg; sub guarantor). Penanggung di sini diberikan untuk menanggung
kepentingan kreditur.
Jika penanggung belakang (achterborg) ini
telah membayar seluruh hutang, maka ia mempunyai hak penuntutan kembali
pembayaran terhadap si penanggung utama dan tidak mempunyai hak penuntutan
kembali terhadap si debitur. Sebaliknya jika si penanggung utama telah membayar
seluruh hutang debitur ia tidak memiiki hak penuntutan kembali terhadap
penanggung belakang melainkan hanya hak penuntutan kembali kepada debitur.
Dalam perjanjian penanggungan ada pula
kemungkinan bahwa seorang penanggung mengikatkan diri untuk suatu hutang
bersama-sama dengan si berhutang secara tanggung menanggung. Maka penanggung
yang demikian itu disebut ”hoofdelijke borg” atau penanggung solider. Dalam
keadaan demikian si kreditur dapat menuntut pemenuhan piutangnya baik kepada
penanggung maupun debitur masing-masing untuk seluruh hutang.
B.
Hubungan dan akibat-akibat hukum antara penanggung dan
kreditur
Dengan adanya perjanjian penanggungan antara kreditur dan
penanggung, maka lahirlah akibat-akibat hukum berupa hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tertentu yang harus diperhatikan baik oleh si penanggung
maupun oleh si kreditur. Hak-hak demikian oleh Undang-undang diberikan kepada
penanggung, merupkan perlindungan bagi penanggung terhadap perlakuan-perlakuan/tindakan
dari kreditur yang memberatkan bagi penanggung. Ketentuan-ketentua demikian
yang diberikan oleh Undang-undang sebagaimana nampak dari pasal-pasal tertentu
KUH Perdata akan berlaku bagi penanggung, kecuali jika para pihak (peanggung
dan kreditur) memperjanjikan lain.
Di samping itu dalam jurisprudensi dan dari praktek perbankan sebagaimana nampak
dari keputusan-keputusan pengadilan dan tercantum dalam akta-akta perjanjian
penanggungan lazim dibuat janji-janji
khusus antara kreditur dan penanggung. Selain itu akibat adanya hubungan
perjanjian penanggungan antara kreditur dan penanggung, si kreditur juga mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap
penanggung meskipun penanggung mengikatkan diri untuk kepentingan si kreditur.
a.
Hak-hak dari si penanggung
Dalam melakukan kewajibannya oleh Undang-undang si
penanggung diberikan hak-hak tertentu yang sifatnya memberikan perlindungan
bagi si penanggung. Hak-hak penanggung tersebut menurut ketentuan Undang-undang
berupa:
1.
Hak untuk menuntut lebih dahulu (voorrecht van uitwinning);
2.
Hak untuk membagi hutang (voorrecht van schuldsplitsing);
3.
Hak untuk mengajukan tangkisan gugat ( Pasal 1849, 1850
KUH Perdata);
4.
Hak untuk deberhentikan dari penanggungan (karena
terhalang melakukan suborgasi akibat kesalahan kreditur).
b.
Janji-janji dalam penanggungan
Dalam praktek pada
praktek perbankan maupun dalam perjanjian pemborong bangunan, perjanjian
pembangunan senantiasa dituangkan dalam akta dibawah tangan, akta notaris, atau
tercantum dalam model-model tertentu dari bank. Akta tersebut ditanda tangani
oleh peminjm dan penanggung dan diserahkan kepada debitur.
Adapun ketentuan-ketentuan ataupun janji-janji yang biasa
diadakan/dicantumkan dalam akta penanggungan ialah:
1.
Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk menuntut
penjual harta benda debitur terlebih dahulu
2.
Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk
membagi-bagi hutang (vorrecht van schuldsplitsing)
3.
Janji agar penanggung agar melepaskan haknya untuk
diberhentikan dari penanggungan, jika karena perbuatan kreditur mengakibatkan tidak
dapat lagi menggantikan hak-haknya, hipotiknya dan hak-hak utama dari kreditur
(Pasal 1848 KUH Perdata)
C.
Hubungan dan akibat hukum antara penanggung dan debitur
Hak
regres dan subrogasi dari penanggung
Jika penanggung telah membayar utang debitur, ia dapat
menuntut kembali pembayaran tersebut dari debitur, baik penanggungan itu
terjadi dengan pengetahuan ataupun tanpa pengetahuan debitur. Hak menuntut
tersebut lazim juga disebut hak regres, timbul karena diberikan oleh
Undang-undang. Hak regres itu timbul setelah penanggung membayar hutang
debitur, baik pembayaran itu secara sukarela maupun atas dasar keputusan hakim.
Hak menuntut pengganti kerugian yang timbul dari hak
regres yang merupakan haknya sendiri dari penanggung itu meliputi pembayaran
yang berupa:
1.
Pembayaran ongkos perkara
2.
Pembayaran bunga
3.
Pembayaran kerugian
Hak-hak apa dari kreditur yang ikut beralih kepada
penanggung karena adanya subrogasi adalah hak-hak jaminan yang diadakan untuk
menjamin dipenuhinya perutangan pokok. Hak-hak tersebut adalah:
1.
Hak hipotik yang diberikan kepada kreditur sebagai
jaminan
2.
Hak gadai sebagai jaminan hutang yang diberikan kepada
penanggung
3.
Hak privilegi
D.
Jenis-jenis atau macam penanggungan
Pada pokoknya bentuk-bentuk penanggungan yang dikenal di
luar negeri dan praktek perbankan di Indonesia ialah sebagai berikut:
1.
Jaminan bank (Bank garansi)
2.
Jaminan pembangunan (Bouw garansi)
3.
Jaminan saldo (Saldo garansi)
4.
Jaminan alat lembaga pemerintah (Staatsgaransi)
Dikarenakan pada pembahasan kali kelompok kami hanya memfokuskan
pada materi jaminan bank atau garansi bank, maka kami hanya akan memaparkan
seluk beluk mengenai jaminan bank/garansi bank.
1.
Jaminan bank (Garansi bank)
Jaminan bank adalah suatu jenis penanggungan, dimana yang
bertindak sebagai penanggung adalah Bank. Berdasarkan Undang-undang nomor 14
tahun 2007 tentang Pokok Perbankan, bank umum adalah tergolong jenis bank yang
berhak memberikan jaminan bank didalam usahanya (Pasal 23 ayat 7). Bank garansi
terjadi jika bank selaku penangggung diwajibkan untuk menanggung pelaksanaan
pekerjaan tertentu, atau menanggung dipenuhinya pembayaran tertentu kepada
kreditur.
Dalam bank garansi, Bank baru bersedia memberikan garansi
jika kepada bank telah disetorkan jumlah uang tertentu, sebesar garansi yang
akan diberikan oleh bank. Jika kebetulan pemohon garansi itu telah mempunyai
rekening atau deposito bank, maka bank akan memblokir jumlah uang itu untuk
keperluan pemberian surat jaminan bank. Atau kemungkinan lainnya lagi dapat
juga si pemohon garansi tidak menyerahkan sejumlah uang kepada bank, melainkan
memberikan kontra garansi yang berwujud jaminan yang bersifat kebendaan. Bank
akan memblokir sejumlah uang atau kredit dari sejumlah garansi sebesar jaminan
bank yang akan diberikan, sehingga si pemohon tidak berwenang untuk menguasai
uang tersebut. Pada saatnya jika bank digugat harus memenuhi kewajiban
penanggungan, maka bank akan memenuhi atau membayar prestasi kepada kreditur.
Selanjutnya untuk jumlah uang yang dibayarnya, bank akan memperhitungkan
kembali dalam debet dari rekening debitur yang sedang berjalan.
a.
Tender garansi (jaminan penawaran; tender bond)
Bank garansi atau Jaminan Bank yang berwujud tender
garansi adalah bentuk perjanjian penanggungan dimana Bank menjamin pembayaran
sejumlah uang tertentu untuk memenuhi syarat penawaran di dalam pelelangan pemborongan
pekerjaan. Khususnya untuk pemborongan bangunan yang dilakukan oleh pemerintah
sebagai pihak yang memborongkan (bouwheer), untuk dapat menunjuk/memilih
pemborong yang bonafide dan dapat memenuhi persyaratan-persyaratan pelaksanaan
pemborongan dengan biaya murah, maka kepada para pemborong itu diwajibkan
mengadakan penawaran-penawaran yang kemudian diadakan pelelangan. Untuk dapat
mengikuti pelelangan pekerjaan demikian
kepada pemborong selain diwajibkan mengajukan penawaran-penawaran, juga
disyaratkan adanya jaminan bank yang berupa tender garansi. Adanya jaminan bank
yang berupa tender garansi ini, telah lazim dalam praktek perjanjian
pemborongan dan praktik perbankan di Indonesia dimana persyaratannya telah
diatur dalam peraturan khusus berbentuk perjanjian yang dituangkan dalam
model-model tertentu dari bank.
Pada tender garansi bank sebagai penanggung baru bersedia
untuk memberikan jaminan penawaran bagi kepentingan pemborong, jika pemborong
telah menyetorkan sejumlah uang tertentu kepada bank, atau meminjam kredit dari
bank yang besarnya sesuai dengan jumlah persentase yang wajib dibayarkan kepada
pelelang memenuhi syarat pelelangan.
Jadi maksud dari adanya jaminan tender adalah untuk
menjamin agar pemborong terikat pada penawarannya dan kemudian jika menang dalam pelelangan terikat
untuk melaksanakan pekerjaan yang telah ditawarnya. Semuanya itu dengan sanksi
bagi pemborong yang telah dikabulkan permintaannya namun menolak atau tidak melaksanakan pekerjaan,
uang jaminan penawarannya akan menjadi milik negara.
b.
Jaminan pelaksaan (performance bond)
Jaminan pelaksaan
adalah bentuk penanggunan yang diberikan oleh bank untuk menanggung pelaksanaa
pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemborong. Dalam pemborongan bangunan,
jaminan pelaksanaan hanya diberikan kepada pemborong yang telah diluluskan
dalam pelelangan pekerjaan setelah pemborong menyetorkan sejumlah persentase tertentu
dari nilai pemborongan.
Jaminan pelaksanaan
telah lazim dalam praktek perbankan dan disyaratkan dalam perjanjian
pemborongan bangunan di Indonesia, dituangkan dalam model-model tertentu dari
bank.
c.
Jaminan pembangunan (bouw garansi)
Dalam praktek
terdapat banyak kelemahan dan keluhan-keluhan terhadap lembaga jaminan
pembangunan ini. Justru karena bentuknya dituangkan dalam bentuk perjanjian
penanggungan, seringkali dalam pelaksanaan menimbulkan akibat-akibat yang
menimbulkan kerugian bagi penanggung, yaitu:
1.
Si penanggung melakukan kewajiban menyelesaikan
pembangunan atas nama pemborong utama
2.
Si penanggung selaku pemborong peseta tidak ditunjuk
untuk menyelesaikan pekerjaan
3.
Syarat adanya penanggung pembangunan menjadi hambatan
bagi pemborong dan leveransir.
d.
Jaminan saldo (saldo garansi)
Saldo garansi
adalah bentuk perjanjian penanggungan dimana bank menjamin saldo yang akan
ditagih dari debitur oleh kreditur pada waktu penutupan rekeningnya. Jadi bank
menjamin pemenuhan piutang kreditur yang akan dibayar dari saldo rekening dari
debitur pada waktu penutupan rekeningnya.
Dengan demikian
bank hanya menjamin pebayaran piutang tertentu dari kreditur dan hanya untuk
transaksi tertentu, bukannya menjamin semua tagihan yang akan ditagih dari
debitur sampai penutupan rekening. Dalam praktek perbankan di Indonesia, bentuk
penanggungan dengan saldo garansi tidak banyak terjadi.
e.
Jaminan oleh lembaga pemerintah (Staatsgaransi)
Diluar negeri telah
lazim terjadi bahwa pemberian kredit untuk tujuan-tujuan tertentu yang
maksudnya memberi perlindungan bagi pengusaha kecil atau memberi kemungkinan
meningkatkan pembangunan bagi proyek-proyek tertentu, pemerintah bersedia
menjadi penanggung bagi pemberian kredit bagi usaha-usaha tersebut. Kemungkinan
pemberian kredit dengan garansi dari pemerintah demikian patut mendapat
perhatian pemerintah mendapat perhatian dan dikembangkjn di Indonesia dalam
rangkan menempuh kebijaksanaan pemberian kredit yang longgar. Terutama bagi
kredit-kredit untuk proyek tertentu yang menyangkut rakyat banyak,
proyek-proyek pembangunan yang ingin dikembangkan karena menyangkut peningkatan
taraf hidup rakyat, dan memerlukan fasilitas dan serta dorongan dari
pemerintah, patut mendapatkan garansi dari pemerintah. Misalnya kredit-kredit
untuk proyek perumahan murah, kredit untuk perumahan, pegawai negeri dan
lain-lain. Jaminan pemerintah itu dapat diberikan baik oleh pemerintah pusat
maupun oleh pemerintah daerah.
E.
Perutangan Tanggung Menanggung
Pada
perutangan tanggung menanggung atau perutangan tanggung renteng terdapat hak
yang bersifat memberi jaminan bagi kreditur. Karena pada perutangan tanggung
renteng di mana ada beberapa debitur
yang wajib membayar untuk seluruh prestasi kreditur merasa terjamin pemenuhan
piutangnya. Yang dimaksud tanggung renteng
yang pasif, yaitu di mana dalam perutangan tersebut terdapat beberapa
orang debitur yang wajib berprestasi.
Kebalikannya adalah tanggung renteng aktif adalah dimana dalam perutangan
tersebut terdapat beberapa kreditur yang berhak atas prestasi. Perutangan
tanggung renteng timbul karena diperjanjikan atau karena ketentuan undang-undang.
Tanggung renteng aktif dalam praktek hampir tak pernah terjadi. Sedang tanggung
renteng aktif yang timbul dari undang-undang tidak dikenal contohnya.
Tanggung
renteng pasif sebagian besar timbul karena ketentuan undang-undang, sebagaimana
nampak dari ketentuan pasal-pasal 130, 365 ayat 4, 563 ayat 2, 1016 ayat 2,
1665 ayat 3, 1749, 1811 dan 1836 KUH Perdata. Juga ketentuan dari pasal-pasal
18, 21, 39, 45 ayat 2, 146, 221, 517 ayat 1, 519 ayat 3, dan 520 ayat 1 KUHD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar